fotoQ

fotoQ
senyum dooonggg

Selasa, 12 Maret 2013

Cerpen


Mantanku Iparku
Karya: Nurjannah Rambe
Tak terasa telah enam tahun aku tak bertemu dengan bang Iwan. Yah Iwan adalah mantanku. Dia merupakan cinta pertamaku. Sampai sekarang aku masih menunggunya dan berharap suatu hari nanti aku akan bertemu dengannya dan aku ingin dialah yang menjadi imamku kelak. Bagaimana ya kabarnya sekarang??
“Kak, kak Bulan” suara adikku mengejutkanku dan membuyarkan lamunanku.
“Apa sih ki, ganggu orang aja” kataku seolah merajuk. Adikku yang satu ini memang selalu membuatku kesal, tapi aku sangat sayang kepadanya. Dia seorang mahasiswi di UIMED, jadi kami jarang berjumpa, dan sekarang dia lagi liburan. Dia begitu manja kepadaku karena memang hanya tinggal kami berdualah yang belum berumah tangga. Kedua kakakku telah menikah dan mereka selalu membujukku untuk cepat-cepat menikah. Tapi aku masih mengharapkan bang Iwan. Sejak perpisahan kami enam tahun yang lalu aku memang tak pernah dekat apalagi sampai berpacaran dengan lelaki yang lain. Aku telah menutup pintu hatiku. Dan rahasia ini hanya aku dan adikku Rizkilah yang tahu.
“Kak aku mau curhat nih!” kata Rizki seraya masuk ke kamarku.
“Kenapa? Lagi ada masalah di kampus? Atau jangan-jangan kamu lagi suka sama seseorang ya?”
“ih kakak ini sok tau”
“Trus kenapa kalau begitu?”
“Hehehe,,, iya kak Rizki lagi galau nih”
“Galau kenapa adikku sayang?”
“Kak ada yang nembak Rizki”
“Wah bagus dong, berarti adik yang satu ini kakak laku juga. Hehehe,,,”
“ih kakak ini apa-apaan sih”
“Ya udah, ya udah cerita sama kakak siapa yang suka sama Rizki, semester berapa, tinggalnya dimana, dan anak siapa”
“Ih kakak ini udah kayak mau ngelamar anak orang aja”
“Ya harus seperti itu Ki, kita harus tau baik atau gak cowok itu”
“Dia udah gak kuliah lagi kak”
“Loh kamu ini gimana sih Ki, kamu ini kan kuliah, ya kalau bisa mencari cowok yang kuliah jugalah, setidaknya yang setara denganmu”
“Dia dosen Rizki kak”
“Wah bagus tuh kalau gitu”
“coba cerita sama kakak kok bisa dosenmu itu nembak kamu”
“Gini kak, waktu semester dua kemaren kan ada tuh kakak kelas yang ngajak Rizki jual bunga waktu acara Wisuda di kampus Rizki, eh waktu Rizki asik-asiknya jualan ada tuh abang-abang yang dekati Rizki, Rizki kira dia mau beli bunga ya Rizki tanya mau beli bunga warna apa. Eh dia malah diem aja sambil mandangin Rizki. Ya Rizki salting lah kakak. Rizki sempat berpikir juga untuk apa ya dia mau beli bunga, padahalkan dia yang mau Wisuda, biasanya temen-temen dekat tuh yang beliin bunga bukan malah yang Wisuda yang beli. Tapi mau ngapai coba dia datangi Rizki kalau bukan mau beli bunga. Lama-lama rizki gregetan juga karna dipandangi terus, jadi ya Rizki tanya lagi mau beli bunga apa bang? Dia jawab abang bukan mau beli bunga dek. Trus mau ngapai dong ke sini kalau bukan mau beli bunga. Abang mau bicara sebentar sama adik. Emang abang kenal sama aku? Gak. Trus kenapa abang mau ngomong sama aku dan mau ngomong apa? Bisa ikut abang sebentar gak? Kemana? gak bisa ya ngomongnya di sini aja? Gak enak kalau didenger yang lain dek. Yah akhirnya Rizki ikutilah dia. Sampai di tempat yang agak sunyi ia diam dulu tu kak, trus karna penasarannya ya Rizki tanyalah dia, emang abang mau ngomong apa sih? Kok kebanyakan mikir gitu, cepetan dong bang aku lagi ditunggui tuh sama temen-temen aku trus bunga-bunga aku juga gak ada yang jualin. Trus dia ngomong gini kak, Dek abang boleh minta tolong gak? Yah tergantung. Maksudnya? Oh abang tau, adik mau abang bayar berapa? Bilang aja dek Insyaallah abang kasih, tapi jangan banyak-banyak ya dek. Maksud abang apa sih? Tadi adik bilang tergantung, itu maksudnya tergantung bayarannya kan? Abang ini suuzhon aja sama orang. Memang bang kita baru kenal tapi gak kayak gitu kalilah. Maksud aku itu tergantung abang minta bantuan apa, kalau aku bisa bantu ya aku bantu, kalau gak ya maaf. Gini dek, abang kan ini mau Wisuda, adik mau gak jadi pendamping Wisuda abang? Kakak tau gak, begitu Rizki denger itu Rizki sempat shok, Rizki lama bengong. Memang sih kak Rizki pernah denger tentang pendamping Wisuda bayaran, tapi Rizki gak nyangka kalau Rizki yang akan jadi pendamping wisudanya. Malah waktu itu Rizki masih semester dua. Ngeliat aku yang bengong abang itu menyadarkan Rizki, adik kenapa? Adik gak bisa bantu abang ya? Pliss dek tolonglah abang, sebentar lagi acara akan dimulai, tapi abang belum punya pendamping. Berapapun adik minta bayarannya abang kasih. Mau ya dek ya, pliss. Rizki langsung bilang gini kak, bukan soal bayarannya kak, gak dibayar juga aku gak keberatan, masalahnya aku itu baru semester dua apa pantas aku jadi pendamping Wisuda, lagian baju dan dandanan aku seperti ini, apa abang gak malu kalau aku yang jadi pendamping abang? Gak mungkin abang kayak gitu dek, malah abang seneng kalau adik bisa bantu abang. Mau ya dek jadi pendamping abang? Nengok wajahnya yang memelas itu aku jadi kasihan sama dia kak, ya aku mengangguklah. Habis itu aku permisi sama kakak yang ngajak aku jualan, aku bilang aku ada urusan sebentar. Itulah awal mula aku kenal samanya”
“Tapi tadi Rizki bilang kalau yang nembak Rizki itu dosen, sekarang kok malah cerita orang yang mau Wisuda sih?”
“Kakak tau gak kalau yang Wisuda dan minta Rizki jadi pendamping wisuda itu dosen Rizki. Cerita tadi itu kan awal pertemuan kami. Sekarang dia udah jadi dosen di kampus Rizki.”
“Oh gitu ceritanya. Jadi setelah selesai wisuda kalian masih sering kontek-kontekan?”
“Ya gak lah kak. Selesai wisuda ya seperti tidak terjadi apa-apa, Rizki juga gak pernah ketemu lagi sama dia.”
“Oh...”
“Tapi kak sebelum kami berpisahkan dia foto-foto dulu sama keluarganya di luar gedung, ya dia ngajak Rizki untuk ikut foto-foto bareng mereka. Sebenarnya Rizki gak mau, tapi Rizki takut ketauan sama orangtuanya kalau kami itu Cuma boong-boongan aja.”
“Namanya siapa Ki?”
“Hendra kak”
“Namanya bagus, pasti orangnya lumayan ya kan?”
“Hehehe... kakak ini tau aja”
“Trus kok bisa Rizki ditembak sama dia”
“Ya gitu, dia kan sekarang dosen, trus dia pernah masuk ke kelas Rizki waktu dosen Rizki gak masuk, dia yang gantiin. Rizki terkejut waktu nengok dia masuk kelas Rizki, eh dia malah senyum-senyum. Ya Rizki pura-pura gak kenal sama dia. Untungnya dia juga kayak gitu. Tau gak kak, sewaktu selesai kuliah, dia manggil Rizki.”
“Trus, trus, trus”
“Ya Rizki bilang ada yang bisa saya bantu pak? Dia tersenyum denger Rizki ngomong kayak gitu. Trus dia ngomong gini kak, saya lupa kemaren ngucapin terima kasih sama kamu habis saya gak tau nomor Hp kamu. Trus dia ngeluarin duit, dia mau ngasih uang ke Rizki. Jelas aja Rizki tolak. Rizki bilang kalau Rizki itu ikhlas ngebantuinnya. Tetap aja dia maksa Rizki tuk nerima duit itu, tapi Rizki tolak mentah-mentah. Trus dia bilang gini, ya sudah kalau kamu gak mau nerima pemberian dari saya maka kamu harus mau saya traktir makan siang, gimana? Sebenarnya Rizki mau nolak tapi Rizki gak tau mau ngasih alasan apa, ya akhirnya Rizki ngangguk aja. Dari hari itulah kami jadi akrab.”
“Habis itu dia langsung nembak Rizki?”
“Ya gak lah kak, baru kemaren Dia nembak Rizki”
“What?? Kemaren??”
“Iya kak.”
“Kirain kalian udah jadian.”
“Belum, menurut kakak gimana? Rizki terima atau gak?”
“Ya kalau kakak sih terserah kamunya aja. Kalau kamu suka sama dia ya terima, kalau gak ya gak usah terima. Kalau masalah bibit, bebet, dan bobotnya kakak rasa dia orangnya baik. Sekarang keputusan ada ditanganmu. Rizki udah gede, jadi Rizki pasti tau mana yang baik dan mana yang buruk untuk Rizki.”
“Ya deh Rizki pikir-pikir dulu. Oh ya kak gimana kabar bang Iwan mantan kakak dulu? Udah ada kabar?”
“hemm... gak tau lah Ki, dia ilang bagai ditelan bumi. Gak tau kemana rimbanya.”
“Kalau menurut Rizki ya kak lebih baik kakak membuka hati kakak untuk orang lain aja. Kayaknya dia itu gak bakalan kembali lagi. Mungkin aja dia sekarang udah nikah bahkan udah punya anak.”
“Tapi kakak yakin suatu hari nanti kami akan bertemu. Kalau pun dia udah nikah kakak mau tau kejelasannya, bukan seperti sekarang ini.”
“Tapi kak, kakak itu harus memikirkan masa depan kakak juga dong, jangan terus-menerus nunggui dia. Seolah-olah kakak itu tidak laku saja.”
Sebenarnya sakit mendengar kata-kata itu dari adikku, tapi apa yang diucapkannya itu memang benar. Aku memang tidak pernah dekat lagi dengan seorang laki-laki setelah putus dengannya.
“Ki sepertinya kakak ingin menenangkan pikiran dulu, kakak ingin berkunjung ke rumah bu Mala di Jambi. Kakak akan mencari kerja di sana.” Sebenarnya ada niat dihatiku untuk mencari bang Iwan, siapa tau aku akan bertemu dengannya di sana. Dulu kami kan satu sekolah. Dia adalah kakak kelasku. Ketika aku kelas dua SMA dia kelas tiga, dan saat itulah kami jadian. Dan ketika dia tammat sekolah ia kuliah di Medan. Oleh karena itulah kami berpisah. Sekarang mungkin ia telah menjadi sarjana dan mungkin juga ia berada dikampungnya.
“Yah itu sih terserah kakak aja. Kalau kakak memang maunya kayak gitu yah sudah. Kapan rencana kakak akan berangkat?”
“Kayaknya minggu depan sajalah, lagian kakak belum bilang sama mama”
“Yah sudah Rizki pergi dulu ke kamar ya kak, siapa tau dia nelfon”
Dia langsung ngeloyor pergi meninggalkanku. Aku hanya mengangguk saja sambil memandanginya.
***
Minggu depannya aku memang benar-benar pergi ke Jambi. Di sana aku mencari pekerjaan dan kutanyakan juga kepada para teman-teman dulu bagaimana keadaan bag Iwan. Tapi aku terkejut karena mereka mengatakan kalau bang Iwan telah lama pindah dari sana. Mereka tidak ada yang tau kemana bang Iwan perginya. Setengah berputus asa aku mendengar kata-kata mereka. Pupus sudah harapanku untuk bertemu dengannya. Kemana lagi aku akan mencarinya? Hanya ini tempat satu-satunya yang aku harapkan dapat mempertemukan kami tapi nyatanya ia telah pergi bersama keluarga besarnya. Ntah kemana.
Malamnya adikku menelfonku. Sebenarnya aku malas untuk mengangkat telfonnya, tapi akhirnya kuangkat juga. “Halo, Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumsalam, kak gimana kabarnya”
“Sehat Ki, Rizki sehat? Udah masuk kuliah kan?”
“Alhamdulillah Rizki sehat kak. Iya kak ne Rizki udah di kos-kosan. Kak Rizki udah jadian sama bang Hendra”
“Wah bagus dong, berarti adik kakak dah dewasa sekarang”
“Jadi selama ini kakak nganggap Rizki masih kecil ya?? Gini-gini udah semester tujuh loh kak. Heheheh... kakak betah di sana?”
“Ya betahlah, malah kakak udah dapat kerjaan di sini”
“Kerja apa kak?”
“Kakak kerja di supermarket”
“oh ya lah. Oh ya kak minggu depan Rizki akan pergi Kisaran, PPL.”
“wah kalau begitu sebentar lagi adik kakak ini akan jadi sarjana dong”
“Iya dong” Pembicaraan kami berlangsung cukup lama sampai hampir larut baru kami menyudahinya.
Empat bulan aku sudah di Jambi. Tiba-tiba Rizki menelfon dan pertanyaan-pertanyaan yang ia lontarkan tidak seperti biasanya. Dia bertanya “kak seandainya Rizki nikah lebih dulu dari kakak, gimana?” Aku terkejut mendengar pertanyaannya.
“Kok Rizki nanyanya kayak gitu?”
“Bang Hendra mau ngelamar Rizki kak” katanya dengan suara yang pelan. Mungkin dia takut kalau aku akan tersinggung. Sebenarnya aku sedih mendengarnya, tapi untuk kebahagiaan adikku. Tak mungkin aku tak merestuinya dan menyuruhnya untuk menungguku yang tak jelas kapan akan menikah.
“Ya kalau kalian berdua sudah siap ya gak apa-apa. Malah itukan bagus berarti dia memang benar-benar serius sama kamu. Lagian kalau lama-lama nanti bisa mengundang perzinahan.” Sebenarnya air mataku telah berlinang. Tapi aku kuatkan diriku untuk tidak menangis sekarang. Dan sebentar lagi aku akan dilangkahi oleh adikku.
“Kalau kakak keberatan Rizki akan bilang sama bang Hendra untuk menunggu kak.”
“Tidak usah Ki, kakak gak apa-apa kok. Gak usah merasa gak enak sama kakak.”
Selesai menelfon aku menangis. Aku menangis karena kebodohanku sendiri yang telah menyia-nyiakan waktuku untuk orang yang gak jelas. Mulai timbul penyesalan dalam diriku. Seandainya saja aku mendengarkan kata-kata kakak-kakakku, mungkin sekarang aku telah mempunyai anak.
Dua minggu kemudian aku mendapat kabar kalau adikku telah resmi dilamar. Sebenarnya ia menyuruhku untuk pulang tapi aku memberikan alasan supaya aku tidak pulang. Aku sedih dan malu berada ditengah-tengah mereka. Maka aku katakan di hari pernikahannya saja aku akan datang.
Dua minggu setelah hari pertunangan itu mereka pun menikah dan acara resepsi pernikahan adikku pun dilaksanakan tepat pada hari itu juga. Sebenarnya ia menyuruhku pulang seminggu sebelum hari H, tapi aku katakan kalau aku tidak bisa libur lama-lama dan pada hari H nanti aku akan pulang menghadiri acara resepsinya. Aku tau dia sedih, tapi dia tetap mengerti dengan keadaanku.
Sehari sebelum hari H aku pulang. Perjalanan saja memakan waktu satu hari. Jadi aku tiba di rumah tepat di hari H-nya. Sesampainya aku di rumah tepat ketika ijab kabul selesai dibacakan dan adikku telah resmi menjadi seorang istri. Begitu melihat wajah suami adikku yang sekarang telah menjadi adik iparku, kakiku terasa lemas. Wajah itu, wajah yang selalu kurindu. Wajah yang selalu menghiasi mimpi-mimpi indahku. Wajah itu yang telah kutunggu dan kucari selam enam tahun belakangan ini. Kini ia berada dirumahku dan menjadi adik iparku. Tanpa terasa mulut ini mengeluarkan kata “Bang Iwan”, lalu aku tak tau ntah apa yang terjadi padaku. Aku tak sadarkan diri.

Sabtu, 15 September 2012

NASKAH WAYANG

NASKAH WAYANG

-->
“RAMA DAN SHINTA”

Suatu hari Rama diutus oleh Prabu Janaka untuk bertapa di hutan Dandaka, yang kemudian ditemani oleh istrinya yaitu Shinta dan adiknya Laksmana. Mereka bersama-sama pergi ke hutan Dandaka untuk melaksanakan amanah dari Prabu Janaka. Akhirnya setelah menjelang siang mereka sampai juga di hutan dandaka.
Skenario:
(Setting di hutan Dandaka)
Rama : “Dinda, sepertinya kita sudah sampai, opo dinda capek to?”(Tanyanya dengan lembut)
Shinta : “Ora kakanda, selama aku ada disampingmu aku tidak akan pernah merasa capek” (jawab shinta dengan lemah lembut dan seakan menyanjung Rama)
Rama : “Ah….. ! Dinda ini bisa aja ! aku jadi tersandung”(jawabnya dengan tersipu)
Shinta : “Lho…. ! kok tersandung to Kanda, piye nyo..?”
Rama : “Eh… tersanjung maksudte !”
Shinta : “Oh ……. Tersanjung ! tak piker kakanda tersinggung dengan perkataanku”
Rama : “Ya tidaklah istriku, kata-katamu itu….. ! Hem … Begitu begitu indah dan sangat menyejukkan jiwaku.”
Shinta : “Ah…Kanda !” (tersipu malu sambil memukul Rama)
Rama : “Aduh dinda …! Dari tadi kok kita asyik menyanjung – nyanjung diri sendiri, sampek – sampek kita lupa kalau kita ditemani adik kita tercinta.”
Shinta : “Oh … iyo ! rene adikku, kenapa masih disitu ( sambil menghampiri ), maaf yo dik laksmana, kami ndak bermaksud lho…..!”(belum selesai ngomong kemudian dipotong oleh laksmana)
Laksmana : “sudahlah, ndak papa kak shinta, ! lagi pula aku juga senang melihat keakraban kak Rama dan kak Shinta.”
Shinta : “kamu memang adikku yang paling baik laksmana. Kanda sangat beruntung punya adik sebaik kamu … !” ( sambil menengok ke rama )
Rama : “Betul Dinda … ! Laksmana memang adik yang sangat baik”(sambil menepuk pundak Laksmana)
Laksmana : “Sudahlah, kak Shinta dan kak Rama ndak usah memuji aku terus. Nanti keterusan sampai malam kita tidak punya tempat untuk istirahat lagi.” “Ehm … !! Kak, bagaimana kalau kita mendirikan tenda disini saja.” “Sepertinya disini tempatnya sangat teduh dan lapang .”
Rama : “Ehm…!” (Sambil mengangguk – anggukkan kepalanya)“Bagaimana menurut dinda?”
Shinta : “Iyo kanda , betul kata dik laksmana, disini tempatnya sangat teduh dan lapang, lebih baik kita mendirikan tenda disini saja.”
Rama : “Baik ! kalau begitu kita mendirikan tenda disini !” (ucapnya dengan tegas)“Dik Laksmana, Tolong ambilkan tendanya di tas !”
Laksmana mengambil tenda , kemudian mereka mendirikan tenda bersama – sama ditengah hutan dandaka. Shinta melihat suami dan adiknya kelelahan, kemudian dia mengambilkan minum untuk mereka.
Shinta : “Kakanda , kakanda pasti cuapek . nich diminum dulu airnya, supaya capeknya hilang .” (Sambil mengusap dahi rama dengan selendang) “Adik Laksmana juga, istirahat dulu ! nanti diteruskan lagi , ini … diminum airnya.”
Laksmana : “Iyo .. kak shinta ! sebentar lagi, nanggung … !”(Dijawabnya dengan semangat)
Rama : “Sudahlah dik … ! benar apa yang dikatakan kakakmu shinta, istirahat dulu nanti diteruskan !”
Laksmana : “Yo wes … aku istirahat” ( menaruh kerjaannya dan langsung menghampiri rama dan shinta )
Ketika mereka telah asyik istirahat ternyata tanpa mereka sadari, mereka diintai oleh Rahwana dan dua pengikutnya. Rahwana bingung bagaimana cara menyingkirkan Rama dan laksmanadari shinta. Supaya dia bisa mendapatkan Shinta. Wanita yang selama ini dia kejar-kejar karena ia anggap shinta merupakan jelmaan Dewi Widowati, akhirnya Rahwana mendapatkan ide, dia menunjuk salah satu pengikutnya.
Rahwana : “Ehm … ! mereka sedang enak-enak istirahat, kita harus memanfaatkan kesempatan ini untuk menarik perhatian mereka .” (ucapnya kepada dua pengikutnya)
“Aku tau …. !” ( ujarnya seakan-akan telah menemukan ide ) “Maricha …..!” ( panggilnya )
Maricha : “Iyo Baginda … !”
Rahwana : “Maricha, aku akan merubahmu menjadi seekor kijang emas dan …” (bingung mencari-cari sesuatu. Dan akhirnya mendapat 3 potong kayu) “Nah … ini ada kayu ! Tiga kayu ini akan kujadikan tiga ekor kijang hitam yang akan menemanimu !”
Maricha : “Maksud Baginda … ?”
Rahwana : “Begini , setelah kamu nanti aku rubah menjadi seekor kijang emas, aku perintahkan kamu untuk menarik perhatian mereka dengan tarian kijang, dan tiga ekor kijang hitam dari kayu ini akan mengikuti kamu menari !”
Maricha : “la trus.. setelah hamba menari, apa yang harus hamba lakukan baginda ?”
Rahwana : “Aduh …. ! begok banget sih loh. Kathrok – kathrok !setelah kamu menari dan kamu melihat mereka sudah tertarik untuk memburu kamu, kamu langsung lari saja supaya Rama dan Laksmana yang bodoh itu lari mengejar kamu dan akhirnya shinta ditinggal sendirian. Nah … setelah itu aku bisa membawa lari shinta ! paham … ?”
Maricha : “oh … begitu toh baginda !baik baginda saya siap menjalankan semua perintah baginda.”
Rahwana : “Baguuss … ! sekarang kamu berdiri disitu dan pegangi kayu ini.aku akan merubah kamu dan kayu – kayu itu menjadi kijang. SIAP … ?”
Maricha : “Siap Baginda !”
Rahwana : “Houm ……” (sambil komat-kamit membaca mantra) Hap … !
Kemudian dalam sekejap jadilah maricha seekor kijang emas dan tiga potong kayu itu menjadi 3 ekor kijang hitam. Setelah itu kijang-kijang tersebut langsung menampakkan diri dihadapan Rama, Shinta dan Lakasmana dengan membawakan tarian kijang yang sangat indah dan lincah sekali.
Shinta : “Kanda, dik laksmana, lihat ! kijang-kijang itu cantik sekali” (sambil menunjuk kijang-kijang yang menari)
Rama : “Iyo Dinda !”
Laksmana : “Iyo Kak, kijang-kijang itu chibi-chibi yo !”
Shinta : “Kanda, lihat ! ada kijang yang bertanduk emas, ku ingin sekali kijang emas itu kanda ! kanda mau kan menangkap kijang itu untukku ?”
Rama : “Apa kamu sangat menginginkannya istriku ?”
Shinta : “iyo kanda ! kanda mau kan menangkapnya untukku?” (dengan nada yang sangat berharap)
Rama : “Baiklah, demi kau istriku yang sangat aku sayangi dan aku cintai, aku akan memburu kijang emas itu untukmu” (sambil menyiapkan perlengkapan untuk memburu) “Dan kamu adikku, tolong jaga kakakmu shinta selama kakak pergi memburu kijang itu. Karena aku takut nanti Rahwana tiba-tiba datang dan membawa pergi kakakmu shinta. Kamu tau sendiri kan kalau selama ini Rahwana terus saja mengejar-ngejar kakakmu Shinta kemanapun kakakmu pergi.”
Laksmana : “Iyo kak ! saya mengerti , tenang saja, aku akan menjaga kak shinta sampai titik darah penghabisan.” (sambil mengepalkan tangan keatas)
Rama : “Waduh adikku! kata-katamu kaya’ orang mau berjuang saja. Baiklah adikku, aku percaya kepadamu, pokok’e jangan kemana-mana sampai nanti aku kembali.”
Shinta : “Hati-hati yo kanda .. ! aku yakin kanda pasti akan segera kembali dengan membawa kijang emas itu untukku” (sambil mencium tangan rama). “Kanda, aku sangat mencintaimu” (sambil memegangi tangan Rama)
Rama : “aku juga sangat mencintaimu dinda !”(mengusap rambut sinta) “Ya sudah , aku berangkat sekarang, nanti keburu kijangnya kabur .” “Jaga kakakmu yach !” (sambil menepuk pundak laksmana )
Kemudian Rama langsung berlari menuju arah kijang pergi
Laksmana : “Iyo kak, percaya sama saya. Hati-hati kak !” (sambil melambaikan tangan)
Tiba – tiba Rama berhenti
Rama : “Oh iyo … ! tolong itu barang-barangnya dimasukkan kedalam tenda.”(suaranya dari kejauhan)
Laksmana : “Beres …. !”
Setelah Rama pergi, Shinta dan Laksmana membereskan barang-barang kedalam tenda. Disamping itu rahwana bingung memikirkan laksmana yang tidak ikut memburu kijang emas itu.
Rahwana : “Aduhhh…. ! bagaimana ini Brata, kenapa laksmana tidak ikut memburu kijang bersama Rama. Padahal bayanganku laksmana ikut mengejar kijang emas itu. Nah … ! sekarang bagaimana supaya laksmana terpisah dengan shinta ?”
“Brata … ! kamu kok diam saja , Bantu aku mikir donk !”
Brata : “Lho… dari tadi hamba diam ini juga lagi mikir baginda !”
Rahwana : “Oo….. ! ya sudah sekarang kita pikirkan bersama.”
Mereka berdua berfikir bagaimana supaya Laksmana meninggalkan Shinta sambil mondar-mandir. Sejenak mereka berfikir !
Brata : “Nah ….. !”
Rahwana : “Hus … ! jangan teriak-teriak, nanti mereka dengar!”
Brata : “Maaf baginda ! kelepasan baginda , hamba sudah menemukan caranya.”
Rahwana : “iya , bagaimana ?”
Brata : “begini baginda” ( sambil berbisik )
Rahwana : “Bagus ! ide kamu bagus sekali, ternyata kamu pintar juga brata ?”
Brata : “Lho… iya dong baginda! Gini-gini hamba lulusan S-I Pend. Bahasa Indonesia UNIMED gitchu lho … !”
Rahwana : “Lho… iya to ? sama dong kaya’ aku !”
Brata : “wah … sama dong kita baginda ?”
Rahwana : “Heh , enak aja lho mau nyamakan aku dengan kamu, sudah sudah kok malah bercanda ( serunya dengan keras ) sekarang aku akan merubah suaraku menjadi suara Rama. Hem … Shinta ! kau pasti akan jadi milikku!” (serunya dengan yakin)
Setelah shinta dan laksmana selesai membereskan semua barang-barang mereka kedalam tenda, tiba-tiba terdengar teriakan ….
Rahwana : “Tolong … ! Tolong …..!dik laksmana tolong aku .” (teriaknya dengan suara menyerupai rama)

Shinta : “Dik laksmana ! apa kamu mendengar sesuatu ?”
Laksmana : “iyo kak ! itu kak Rama, bahkan teriakan itu memanggil namaku” (serunya dengan sangat yakin pula) “aku yakin itu kak Rama ! kak Rama butuh bantuan .aku harus menolongnya” (ucapnya dengan nada khawatir)
Shinta : “iyo dik … ! kamu pergi saja menolong kakanda sekarang biar aku disini saja menjaga barang-barang kita”
Laksmana : “Tapi kak ! aku sudah berjanji pada kak Rama untuk menjaga kak Shinta”
Shinta : “ndak apa-apa dik ! sekarang kakanda membutuhkan bantuan dik Laksmana. Dik Laksmana tenang saja. Aku disini baik-baik saja !”
Laksmana : “Baik aku akan menolong kak Rama. Tapi aku akan membuatkan perlindungan dulu untuk kak shinta”
 Laksmana membuat sebuah bundaran sakti untuk Shinta
Laksmana : “Kak Shinta , tolong sekarang kakak masuk dalam bundaran ini !”
Shinta : “Ini apa dik ?”(sambil masuk kedalam bundaran sakti) “kok dik laksmana malah ngajak main ?”
Laksmana : “Houm …… !” (membaca mantra) “hap … !”
“Nah sekarang bundaran ini sudah menjadi bundaran sakti”
Shinta : “Bundaran Sakti ?”
Laksmana : “Iyo , bundaran sakti ini ndak bisa ditembus atau dimasuki oleh siapapun, jadi kak Shinta tidak akan bisa disentuh oleh siapapun. Tapi kalau kak Shinta keluar, kak Shinta tidak akan bisa masuk lagi kedalam bundaran ini.”
Shinta : “yo wes kalau begitu ! sekarang kamu sudah bisa tenang kan meninggalkan aku ?”
Laksmana : “Iyo kak, tapi kak Shinta harus janji tidak akan keluar dari bundaran sakti ini. Sampai aku dan kak Rama kembali !”
Shinta : “Iyo dik , mbak yu janji, sekarang kamu berangkat selamatkan kak Rama yo ?”
Laksmana : “Baik, aku berangkat! Doakan yo mbak aku akan segera kembali” (pamit dengan membawa seperangkat alat memanah)
Setelah Laksmana pergi, Rahwana bukannya langsung bisa membawa Shinta pergi, tetapi dia malah bingung memikirkan bagaimana mengeluarkan Shinta dari bundaran sakti itu dan membawa shinta ke istananya. Shinta tetap berada didalam bundaran sakti dan terus berdoa kepada sang dewa untuk suami dan adiknya . sementara itu rahwana semakin bingung memikirkan bagaimana caranya bisa membawa shinta pergi.
Rahwana : “Aduh …! bagaimana ini ? aku kira setelah Laksmana pergi aku langsung bisa membawa Shinta , tapi sekarang aku malah ndak bisa menyentuh Shinta sama sekali” (sambil mondar-mandir dan mengepalkan tangannya) “Brata, bagaimana ? apa kamu tidak punya ide lagi ?”
Brata : “Wah … baginda, sepertinya kali ini hamba bener-bener tidak tau bagaimana caranya mengambil dewi Shinta dari bundaran sakti itu, karena hamba yakin tidak akan mampu menembusnya !”
Rahwahna : “Ah … Gimana sich kamu itu ! katanya ngaku lulusan Bahasa Indonesia, ada masalah gini aja bingung .”
Brata : “Podhoo … ! Baginda juga bingung to?”
Rahwana : “Oh… jadi kamu ngledek aku ?Iyo … !” (bentaknya)
Brata : “Ampun Baginda ! hamba ndak bermaksud seperti itu !”
Rahwana : “Yo wes, sekarang kita mikir lagi !”
Mereka kembali mondar-mandir
Rahwana : “Nah …! Hus…. Hust ….Hust …” (sambil menutup mulutnya) “Aku sekarang punya ide !”
Brata : “opo baginda” (mendekati rahwana)
Rahwana : “Begini !” (sambil berbisik)
Brata : “siap baginda ! hamba siap melaksanakannya”
Rahwana : “Tidak, kali ini biar aku yang melakukannya, biar nanti aku bisa langsung membawa Shinta pergi ke Istanaku”
Brata : “Oh … baik baginda !” (sambil mengangguk-anggukkan kepalanya)
Rahwana : “Tapi kamu tetap disini mengawasi, siapa tau Rama dan Laksmana nanti kembali. Dan kamu harus menghadangnya, apapun caranya !”
Brata : “Siap baginda !”
Rahwana : “bagus … sekarang aku akan merubah wujudku menjadi seorang lelaki yang tua renta. Houm….. !” (membaca mantra) “Hap …!”
Dalam sekejap jadilah Rahwana seorang lelaki yang tua renta yang siap meluluhkan keyakinan Shinta.
Kakek : “Baik, aku akan kesana dan kamu jaga disini Brata !”
Brata : “Baik baginda, Good luck baginda !”
Rahwana ( kakek ) menuju tempat shinta dengan wujudnya yang tua renta dan berjalan dengan tongkat dengan punggungnya yang agak membungkuk.
Shinta : “kakek , kenapa kakek ada ditengah hutan sendiri? Kakek kan sudah tua, kenapa ndak di rumah saja ?”
Kakek : “kakek sedang mencari makan cucuku ! sudah satu minggu kakek tidak makan dan tidak minum.” “Iya cu ….! Tolong kakek cu … , berikan kakek sedikit makan dan minum agar kakek dapat bertahan hidup.”
Shinta : “Tapi kek …..!”
Kakek : “tolong cu ….! Kalau aku tidak makan aku yakin sebentar lagi aku akan mati.”
Karena Shinta merasa kasihan kepada kakek itu yang merupakan jelmaan dari Rahwana, akhirnya dia keluar dari bundaran sakti untuk mengambil makanan dan minuman.
Shinta : “Baik kek …! sekarang kakek tunggu disini dulu. Aku akan mengambilkan makanan dan minuman untuk kakek.”
Kakek : “terima kasih cu …. !kamu memang gadis yang baik, semoga Dewa membalas kebaikanmu.”
Shinta : “terima kasih kek … ! sebentar yo kek … !”
Shinta masuk ke tenda mengambil makan dan minum. Kakek yang tua renta itu pun berubah wujud menjadi Rahwana . shinta keluar dan dia langsung kaget melihat kakek tua itu menjadi Rahwana, saking kagetnya, barang yang ada di tangannya langsung dijatuhkan.
Rahwana : “Ha…ha…..ha…..ha…… !”
Shinta : “Hah, Rahwana ! Jadi kamu ………”
Rahwana : “iyo … ! aku adalah kakek tadi, lalu kijang dan suara minta tolong tadi semuanya adalah Rekayasaku. Ha … ha… ha… !” ( bangganya )
Shinta : “Kamu licik Rahwana. Sekarang kamu mau opo ?”
Rahwana : “Aku mau kamu ikut karo aku !”
Shinta : “ndak… ! aku ndak mau …!”
Rahwana : “Tidak mau? Ya sudah , Hap…. !”
Rahwana menyihir dewi Shinta sehingga dia pun pingsan. Shinta pun di bopong dan dibawanya pergi.
Rahwana : “Ayo Brata … !kita tinggalkan tempat ini.”
Beberapa lama kemudian, Rahwana membawa Shinta pergi. Akhirnya Rama pun datang.
Rama : “Istriku …. ! Dinda ….. ! Kanda datang. Tapi maaf dinda,aku tidak dapat menangkap kijang emas yang dinda inginkan, dinda tidak marahkan ?”
Melihat shinta tidak juga keluar dari tenda, akhirnya rama pun mencari Shinta ke dalam tenda.
Rama : “istriku …..! istriku …..! Dinda …. ! kamu dimana ?” (mencari di semua sudut)
Rama : “Laksmana … ! Laksmana adikku. Kamu juga dimana?”

Setelah berputar-putar akhirnya dia menemukan pecahan tempat minum.
Rama : “Hem… ! ini pasti ulah Rahwana. Aku harus segera menyelamatkan Shinta, sebelum shinta di apa-apakan oleh rahwana.” “Tapi …. ! selama aku harus bertapa di hutan ini, aku tidak boleh keluar dari hutan Dandaka ini. Sekarang aku harus bagaimana ?”
(bingung dan mondar-mandir). “Nah aku tau …! Anoman, ya… anoman pasti bisa membantuku .”
Rama langsung menghubungi Anoman dengan HP. Thit thut thit thut …….. !
Rama : “Hallo … ! kakang Anoman ?”
Anoman : “Ya, Anoman disini . iki sopo yo ?”
Rama : “iki aku Rama !”
Anoman : “Oh… Rama to ! eneng opo pren.. ? kok tumben kamu telpon aku !”
Rama : “aduh kakang Anoman ! aku sangat butuh bantuanmu. Kamu maukan sekarang datang ke sini ? aku di hutan Dandaka, aku akan menjelaskannya disini !”
Anoman : “Okey pren ! aku ke sana sekarang. Kamu tenang saja !”
Rama : “Aku tunggu kang !”
Tidak lama kemudian anoman pun datang dengan tarian khasnya
Anoman : “Hai pren ! eneng opo ? kok wajahmu kelihatan bingung sekali ? terus kanapa kamu bisa berada dihutan ini sendiri ?”
Rama : “ceritanya sangat panjang, nanti saja aku ceritakan. Sekarang tolong rebut Shinta dari tangan Rahwana. Shinta diculiknya, dan aku diperintahkan prabu Janaka tidak boleh meninggalkan hutan ini. Jadi hanya kamu satu-satunya orang yang bisa membantuku. Kakang mau kan membantuku ?”
Anoman : “Tenanglah sahabatku ! aku pasti akan membantumu” (sambil menepuk pundak Rama)
Rama : “terima kasih kang…. !” (menjabat tangan anoman)
Anoman : “Yo wes, sekarang aku berangkat menyelamatkan Shinta, kamu berdoa saja semoga aku bisa merebut Shinta dari tangan Rahwana sialan itu !”
Rama : “Iyo kang, aku sangat berharap sekali kepadamu Anoman !”
Anoman : “Yo aku pergi dulu .”
Kemudian Anoman pergi menyelamatkan Shinta, dia pergi dengan tarian khasnya pula. Selama Anoman pergi, Rama terus saja berdo’a untuk istrinya Shinta agar cepat kembali ke pangkuannya.
Rama : “Oh sang Dewa !tolong selamatkan istriku Shinta, jangan sampai dia di nodai oleh Rahwana. Aku sangat mencintainya !”
Anoman pun pergi ke Alengka, istana Rahwana. Di sana terjadi pertempuran yang begitu dahsyat antara Anoman dan Rahwana. Tetapi untunglah Anoman berhasil mengalahkan raja amurka itu dan membawa Shinta kembali ke pelukan Rama.
Tidak lama kemudian akhirnya Anoman pun datang dengan tariannya yang khas.
Anoman : “Ha… ha…. Ha….”
Rama : “Kakang Anoman, kakang sudah kembali, tapi mana istriku Shinta ? opo kakang ndak bisa merebutnya dari tangan Rahwana ?”
Anoman : “Maafkan aku sahabatku ! Rahwana sangat kuat, aku tidak bisa mengalahkannya.”
Rama : “tidak mungkin, aku yakin kakang Anoman lebih kuat dari Rahwana”
Anoman : “maafkan aku sahabatku, tapi aku sudah punya penggantinya untukmu”
Rama : “ pengganti ? opo maksudmu pengganti ?tidak, aku tidak mau mengkhianati istriku Shinta , aku sangat mencintainya !”
Anoman : “Iya, aku mengerti ! tapi lihat saja dulu, Okey !” “Okey girl masuk !”
Shinta masuk dengan wajahnya ditutupi oleh kain, kemudian dia menari di depan Rama dan Anoman. Setelah tariannya selesai, kemudian shinta mendekati Rama.
Shinta : “Kakanda … ! apa benar kamu sudah tidak mau menerimaku lagi”
Rama : “Lho… itu kan suara ….”
Shinta pun membuka kain yang menutupi wajahnya
Rama : “Oh… dinda ! akhirnya kau kembali.”
“Terima kasih kakang Anoman, aku sangat berhutang budi padamu. Akupun tidak tau harus dengan apa aku membalas kebaikanmu ?”
Anoman : “Ah… tidak usah sungkan begitu pren … !aku juga senang kok bisa Bantu kamu.”
Rama : “Tapi sebentar kang, opo tadi kakang tidak melihat dik Laksmana di sana ?”
Anoman : “Tidak … ! aku sama sekali tidak melihat Laksmana”
Shinta : “Oh tidak kakanda , Laksmana tidak ikut di sekap oleh Rahwana, Laksmana tadi pergi mencari kanda, karena tadi kita mendengar kanda berteriak minta tolong.”
Rama : “berteriak ? aku yakin itu pasti ulah Rahwana. Yo wes, pasti nanti laksmana akan segera kembali.”
Anoman : “Apa masih butuh bantuanku ?”
Rama : “oh tidak kakang ! terima kasih banyak atas bantuannya”
Anoman : “iya sama – sama pren ! aku kembali dulu ya ?”
Rama : “iya kang, sekali lagi aku ucapkan terima kasih atas bantuannya.”
Shinta : “terima kasih kakang Anoman” (sambil melambaikan tangan)
Akhirnya Anoman pun pergi meninggalkan rama dan sinta dengan tariannya yang khas.
Tiba-tiba Rama diam saja, dengan memasang muka sedih.
Shinta : “kakanda ! kenapa kakanda diam saja? Apa kakanda tidak senang melihat dinda kembali ?”
Rama : “aku senang dinda kembali, tapi pasti kamu kembali dengan keadaan yang sudah ternodai oleh Rahwana”
Shinta : “ya ampun kanda ! kenapa kanda mempunyai pikiran seperti itu ? walau dalam keadaan apapun, dinda akan tetap dan selalu menjaga kesucian dinda untuk kanda .”
Rama : “aku percaya padamu istriku, tapi apa kamu tau kalau Rahwana tadi telah menyentuhmu ketika kamu tidak sadarkan diri ?”
Shinta : “tapi aku yakin kanda, Rahwana belum mengapa-apakan aku, aku yakin sekali kanda!”
Rama : “baik dinda, apa dinda mau membuktikannya ?”
Shinta : “iya kanda, dengan apa dinda harus membuktikannya ?”
Rama : “baik, ……!” “Houww……..”(rama membuat api) “Sekarang aku minta kamu berjalan di atas kobaran api ini, jika kamu terbakar berarti kamu telah ternoda. Tetapi jika kamu tidak terbakar, berarti kamu masih suci !”. “Apa dinda mau melakukannya ?”
Shinta : “Baik kanda, demi cintaku padamu, aku akan melakukannya !”
Setelah Shinta berjalan di atas kobaran api itu, ternyata shinta tidak terbakar. Akan tetapi wajah Shinta menjadi lebih cantik. Akhirnya rama tau kalau shinta masih suci dan menerima shinta kembali.
Rama : “ Dinda, ternyata dinda masih suci. Maafkan kanda istriku, kanda telah menuduh dinda yang bukan-bukan. Aku sayang sekali padamu dinda !”
Shinta : “ kanda percayakan kepada dinda ? aku juga sangat mencintai kanda !”
Ketika mereka sedang berpegangan tangan, tiba-tiba laksmana pun datang.
Laksmana : “Kakak … !”
Rama & Shinta: “Yach ….. !”
Laksmana : Lho piye iki aku kox ditinggal to.........owalah lah!!
Demikian tadi kisah pewayangan yang menggambarkan kisah Ramayana mudah-mudahan menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua