fotoQ

fotoQ
senyum dooonggg

Sabtu, 15 September 2012

NASKAH WAYANG

NASKAH WAYANG

-->
“RAMA DAN SHINTA”

Suatu hari Rama diutus oleh Prabu Janaka untuk bertapa di hutan Dandaka, yang kemudian ditemani oleh istrinya yaitu Shinta dan adiknya Laksmana. Mereka bersama-sama pergi ke hutan Dandaka untuk melaksanakan amanah dari Prabu Janaka. Akhirnya setelah menjelang siang mereka sampai juga di hutan dandaka.
Skenario:
(Setting di hutan Dandaka)
Rama : “Dinda, sepertinya kita sudah sampai, opo dinda capek to?”(Tanyanya dengan lembut)
Shinta : “Ora kakanda, selama aku ada disampingmu aku tidak akan pernah merasa capek” (jawab shinta dengan lemah lembut dan seakan menyanjung Rama)
Rama : “Ah….. ! Dinda ini bisa aja ! aku jadi tersandung”(jawabnya dengan tersipu)
Shinta : “Lho…. ! kok tersandung to Kanda, piye nyo..?”
Rama : “Eh… tersanjung maksudte !”
Shinta : “Oh ……. Tersanjung ! tak piker kakanda tersinggung dengan perkataanku”
Rama : “Ya tidaklah istriku, kata-katamu itu….. ! Hem … Begitu begitu indah dan sangat menyejukkan jiwaku.”
Shinta : “Ah…Kanda !” (tersipu malu sambil memukul Rama)
Rama : “Aduh dinda …! Dari tadi kok kita asyik menyanjung – nyanjung diri sendiri, sampek – sampek kita lupa kalau kita ditemani adik kita tercinta.”
Shinta : “Oh … iyo ! rene adikku, kenapa masih disitu ( sambil menghampiri ), maaf yo dik laksmana, kami ndak bermaksud lho…..!”(belum selesai ngomong kemudian dipotong oleh laksmana)
Laksmana : “sudahlah, ndak papa kak shinta, ! lagi pula aku juga senang melihat keakraban kak Rama dan kak Shinta.”
Shinta : “kamu memang adikku yang paling baik laksmana. Kanda sangat beruntung punya adik sebaik kamu … !” ( sambil menengok ke rama )
Rama : “Betul Dinda … ! Laksmana memang adik yang sangat baik”(sambil menepuk pundak Laksmana)
Laksmana : “Sudahlah, kak Shinta dan kak Rama ndak usah memuji aku terus. Nanti keterusan sampai malam kita tidak punya tempat untuk istirahat lagi.” “Ehm … !! Kak, bagaimana kalau kita mendirikan tenda disini saja.” “Sepertinya disini tempatnya sangat teduh dan lapang .”
Rama : “Ehm…!” (Sambil mengangguk – anggukkan kepalanya)“Bagaimana menurut dinda?”
Shinta : “Iyo kanda , betul kata dik laksmana, disini tempatnya sangat teduh dan lapang, lebih baik kita mendirikan tenda disini saja.”
Rama : “Baik ! kalau begitu kita mendirikan tenda disini !” (ucapnya dengan tegas)“Dik Laksmana, Tolong ambilkan tendanya di tas !”
Laksmana mengambil tenda , kemudian mereka mendirikan tenda bersama – sama ditengah hutan dandaka. Shinta melihat suami dan adiknya kelelahan, kemudian dia mengambilkan minum untuk mereka.
Shinta : “Kakanda , kakanda pasti cuapek . nich diminum dulu airnya, supaya capeknya hilang .” (Sambil mengusap dahi rama dengan selendang) “Adik Laksmana juga, istirahat dulu ! nanti diteruskan lagi , ini … diminum airnya.”
Laksmana : “Iyo .. kak shinta ! sebentar lagi, nanggung … !”(Dijawabnya dengan semangat)
Rama : “Sudahlah dik … ! benar apa yang dikatakan kakakmu shinta, istirahat dulu nanti diteruskan !”
Laksmana : “Yo wes … aku istirahat” ( menaruh kerjaannya dan langsung menghampiri rama dan shinta )
Ketika mereka telah asyik istirahat ternyata tanpa mereka sadari, mereka diintai oleh Rahwana dan dua pengikutnya. Rahwana bingung bagaimana cara menyingkirkan Rama dan laksmanadari shinta. Supaya dia bisa mendapatkan Shinta. Wanita yang selama ini dia kejar-kejar karena ia anggap shinta merupakan jelmaan Dewi Widowati, akhirnya Rahwana mendapatkan ide, dia menunjuk salah satu pengikutnya.
Rahwana : “Ehm … ! mereka sedang enak-enak istirahat, kita harus memanfaatkan kesempatan ini untuk menarik perhatian mereka .” (ucapnya kepada dua pengikutnya)
“Aku tau …. !” ( ujarnya seakan-akan telah menemukan ide ) “Maricha …..!” ( panggilnya )
Maricha : “Iyo Baginda … !”
Rahwana : “Maricha, aku akan merubahmu menjadi seekor kijang emas dan …” (bingung mencari-cari sesuatu. Dan akhirnya mendapat 3 potong kayu) “Nah … ini ada kayu ! Tiga kayu ini akan kujadikan tiga ekor kijang hitam yang akan menemanimu !”
Maricha : “Maksud Baginda … ?”
Rahwana : “Begini , setelah kamu nanti aku rubah menjadi seekor kijang emas, aku perintahkan kamu untuk menarik perhatian mereka dengan tarian kijang, dan tiga ekor kijang hitam dari kayu ini akan mengikuti kamu menari !”
Maricha : “la trus.. setelah hamba menari, apa yang harus hamba lakukan baginda ?”
Rahwana : “Aduh …. ! begok banget sih loh. Kathrok – kathrok !setelah kamu menari dan kamu melihat mereka sudah tertarik untuk memburu kamu, kamu langsung lari saja supaya Rama dan Laksmana yang bodoh itu lari mengejar kamu dan akhirnya shinta ditinggal sendirian. Nah … setelah itu aku bisa membawa lari shinta ! paham … ?”
Maricha : “oh … begitu toh baginda !baik baginda saya siap menjalankan semua perintah baginda.”
Rahwana : “Baguuss … ! sekarang kamu berdiri disitu dan pegangi kayu ini.aku akan merubah kamu dan kayu – kayu itu menjadi kijang. SIAP … ?”
Maricha : “Siap Baginda !”
Rahwana : “Houm ……” (sambil komat-kamit membaca mantra) Hap … !
Kemudian dalam sekejap jadilah maricha seekor kijang emas dan tiga potong kayu itu menjadi 3 ekor kijang hitam. Setelah itu kijang-kijang tersebut langsung menampakkan diri dihadapan Rama, Shinta dan Lakasmana dengan membawakan tarian kijang yang sangat indah dan lincah sekali.
Shinta : “Kanda, dik laksmana, lihat ! kijang-kijang itu cantik sekali” (sambil menunjuk kijang-kijang yang menari)
Rama : “Iyo Dinda !”
Laksmana : “Iyo Kak, kijang-kijang itu chibi-chibi yo !”
Shinta : “Kanda, lihat ! ada kijang yang bertanduk emas, ku ingin sekali kijang emas itu kanda ! kanda mau kan menangkap kijang itu untukku ?”
Rama : “Apa kamu sangat menginginkannya istriku ?”
Shinta : “iyo kanda ! kanda mau kan menangkapnya untukku?” (dengan nada yang sangat berharap)
Rama : “Baiklah, demi kau istriku yang sangat aku sayangi dan aku cintai, aku akan memburu kijang emas itu untukmu” (sambil menyiapkan perlengkapan untuk memburu) “Dan kamu adikku, tolong jaga kakakmu shinta selama kakak pergi memburu kijang itu. Karena aku takut nanti Rahwana tiba-tiba datang dan membawa pergi kakakmu shinta. Kamu tau sendiri kan kalau selama ini Rahwana terus saja mengejar-ngejar kakakmu Shinta kemanapun kakakmu pergi.”
Laksmana : “Iyo kak ! saya mengerti , tenang saja, aku akan menjaga kak shinta sampai titik darah penghabisan.” (sambil mengepalkan tangan keatas)
Rama : “Waduh adikku! kata-katamu kaya’ orang mau berjuang saja. Baiklah adikku, aku percaya kepadamu, pokok’e jangan kemana-mana sampai nanti aku kembali.”
Shinta : “Hati-hati yo kanda .. ! aku yakin kanda pasti akan segera kembali dengan membawa kijang emas itu untukku” (sambil mencium tangan rama). “Kanda, aku sangat mencintaimu” (sambil memegangi tangan Rama)
Rama : “aku juga sangat mencintaimu dinda !”(mengusap rambut sinta) “Ya sudah , aku berangkat sekarang, nanti keburu kijangnya kabur .” “Jaga kakakmu yach !” (sambil menepuk pundak laksmana )
Kemudian Rama langsung berlari menuju arah kijang pergi
Laksmana : “Iyo kak, percaya sama saya. Hati-hati kak !” (sambil melambaikan tangan)
Tiba – tiba Rama berhenti
Rama : “Oh iyo … ! tolong itu barang-barangnya dimasukkan kedalam tenda.”(suaranya dari kejauhan)
Laksmana : “Beres …. !”
Setelah Rama pergi, Shinta dan Laksmana membereskan barang-barang kedalam tenda. Disamping itu rahwana bingung memikirkan laksmana yang tidak ikut memburu kijang emas itu.
Rahwana : “Aduhhh…. ! bagaimana ini Brata, kenapa laksmana tidak ikut memburu kijang bersama Rama. Padahal bayanganku laksmana ikut mengejar kijang emas itu. Nah … ! sekarang bagaimana supaya laksmana terpisah dengan shinta ?”
“Brata … ! kamu kok diam saja , Bantu aku mikir donk !”
Brata : “Lho… dari tadi hamba diam ini juga lagi mikir baginda !”
Rahwana : “Oo….. ! ya sudah sekarang kita pikirkan bersama.”
Mereka berdua berfikir bagaimana supaya Laksmana meninggalkan Shinta sambil mondar-mandir. Sejenak mereka berfikir !
Brata : “Nah ….. !”
Rahwana : “Hus … ! jangan teriak-teriak, nanti mereka dengar!”
Brata : “Maaf baginda ! kelepasan baginda , hamba sudah menemukan caranya.”
Rahwana : “iya , bagaimana ?”
Brata : “begini baginda” ( sambil berbisik )
Rahwana : “Bagus ! ide kamu bagus sekali, ternyata kamu pintar juga brata ?”
Brata : “Lho… iya dong baginda! Gini-gini hamba lulusan S-I Pend. Bahasa Indonesia UNIMED gitchu lho … !”
Rahwana : “Lho… iya to ? sama dong kaya’ aku !”
Brata : “wah … sama dong kita baginda ?”
Rahwana : “Heh , enak aja lho mau nyamakan aku dengan kamu, sudah sudah kok malah bercanda ( serunya dengan keras ) sekarang aku akan merubah suaraku menjadi suara Rama. Hem … Shinta ! kau pasti akan jadi milikku!” (serunya dengan yakin)
Setelah shinta dan laksmana selesai membereskan semua barang-barang mereka kedalam tenda, tiba-tiba terdengar teriakan ….
Rahwana : “Tolong … ! Tolong …..!dik laksmana tolong aku .” (teriaknya dengan suara menyerupai rama)

Shinta : “Dik laksmana ! apa kamu mendengar sesuatu ?”
Laksmana : “iyo kak ! itu kak Rama, bahkan teriakan itu memanggil namaku” (serunya dengan sangat yakin pula) “aku yakin itu kak Rama ! kak Rama butuh bantuan .aku harus menolongnya” (ucapnya dengan nada khawatir)
Shinta : “iyo dik … ! kamu pergi saja menolong kakanda sekarang biar aku disini saja menjaga barang-barang kita”
Laksmana : “Tapi kak ! aku sudah berjanji pada kak Rama untuk menjaga kak Shinta”
Shinta : “ndak apa-apa dik ! sekarang kakanda membutuhkan bantuan dik Laksmana. Dik Laksmana tenang saja. Aku disini baik-baik saja !”
Laksmana : “Baik aku akan menolong kak Rama. Tapi aku akan membuatkan perlindungan dulu untuk kak shinta”
 Laksmana membuat sebuah bundaran sakti untuk Shinta
Laksmana : “Kak Shinta , tolong sekarang kakak masuk dalam bundaran ini !”
Shinta : “Ini apa dik ?”(sambil masuk kedalam bundaran sakti) “kok dik laksmana malah ngajak main ?”
Laksmana : “Houm …… !” (membaca mantra) “hap … !”
“Nah sekarang bundaran ini sudah menjadi bundaran sakti”
Shinta : “Bundaran Sakti ?”
Laksmana : “Iyo , bundaran sakti ini ndak bisa ditembus atau dimasuki oleh siapapun, jadi kak Shinta tidak akan bisa disentuh oleh siapapun. Tapi kalau kak Shinta keluar, kak Shinta tidak akan bisa masuk lagi kedalam bundaran ini.”
Shinta : “yo wes kalau begitu ! sekarang kamu sudah bisa tenang kan meninggalkan aku ?”
Laksmana : “Iyo kak, tapi kak Shinta harus janji tidak akan keluar dari bundaran sakti ini. Sampai aku dan kak Rama kembali !”
Shinta : “Iyo dik , mbak yu janji, sekarang kamu berangkat selamatkan kak Rama yo ?”
Laksmana : “Baik, aku berangkat! Doakan yo mbak aku akan segera kembali” (pamit dengan membawa seperangkat alat memanah)
Setelah Laksmana pergi, Rahwana bukannya langsung bisa membawa Shinta pergi, tetapi dia malah bingung memikirkan bagaimana mengeluarkan Shinta dari bundaran sakti itu dan membawa shinta ke istananya. Shinta tetap berada didalam bundaran sakti dan terus berdoa kepada sang dewa untuk suami dan adiknya . sementara itu rahwana semakin bingung memikirkan bagaimana caranya bisa membawa shinta pergi.
Rahwana : “Aduh …! bagaimana ini ? aku kira setelah Laksmana pergi aku langsung bisa membawa Shinta , tapi sekarang aku malah ndak bisa menyentuh Shinta sama sekali” (sambil mondar-mandir dan mengepalkan tangannya) “Brata, bagaimana ? apa kamu tidak punya ide lagi ?”
Brata : “Wah … baginda, sepertinya kali ini hamba bener-bener tidak tau bagaimana caranya mengambil dewi Shinta dari bundaran sakti itu, karena hamba yakin tidak akan mampu menembusnya !”
Rahwahna : “Ah … Gimana sich kamu itu ! katanya ngaku lulusan Bahasa Indonesia, ada masalah gini aja bingung .”
Brata : “Podhoo … ! Baginda juga bingung to?”
Rahwana : “Oh… jadi kamu ngledek aku ?Iyo … !” (bentaknya)
Brata : “Ampun Baginda ! hamba ndak bermaksud seperti itu !”
Rahwana : “Yo wes, sekarang kita mikir lagi !”
Mereka kembali mondar-mandir
Rahwana : “Nah …! Hus…. Hust ….Hust …” (sambil menutup mulutnya) “Aku sekarang punya ide !”
Brata : “opo baginda” (mendekati rahwana)
Rahwana : “Begini !” (sambil berbisik)
Brata : “siap baginda ! hamba siap melaksanakannya”
Rahwana : “Tidak, kali ini biar aku yang melakukannya, biar nanti aku bisa langsung membawa Shinta pergi ke Istanaku”
Brata : “Oh … baik baginda !” (sambil mengangguk-anggukkan kepalanya)
Rahwana : “Tapi kamu tetap disini mengawasi, siapa tau Rama dan Laksmana nanti kembali. Dan kamu harus menghadangnya, apapun caranya !”
Brata : “Siap baginda !”
Rahwana : “bagus … sekarang aku akan merubah wujudku menjadi seorang lelaki yang tua renta. Houm….. !” (membaca mantra) “Hap …!”
Dalam sekejap jadilah Rahwana seorang lelaki yang tua renta yang siap meluluhkan keyakinan Shinta.
Kakek : “Baik, aku akan kesana dan kamu jaga disini Brata !”
Brata : “Baik baginda, Good luck baginda !”
Rahwana ( kakek ) menuju tempat shinta dengan wujudnya yang tua renta dan berjalan dengan tongkat dengan punggungnya yang agak membungkuk.
Shinta : “kakek , kenapa kakek ada ditengah hutan sendiri? Kakek kan sudah tua, kenapa ndak di rumah saja ?”
Kakek : “kakek sedang mencari makan cucuku ! sudah satu minggu kakek tidak makan dan tidak minum.” “Iya cu ….! Tolong kakek cu … , berikan kakek sedikit makan dan minum agar kakek dapat bertahan hidup.”
Shinta : “Tapi kek …..!”
Kakek : “tolong cu ….! Kalau aku tidak makan aku yakin sebentar lagi aku akan mati.”
Karena Shinta merasa kasihan kepada kakek itu yang merupakan jelmaan dari Rahwana, akhirnya dia keluar dari bundaran sakti untuk mengambil makanan dan minuman.
Shinta : “Baik kek …! sekarang kakek tunggu disini dulu. Aku akan mengambilkan makanan dan minuman untuk kakek.”
Kakek : “terima kasih cu …. !kamu memang gadis yang baik, semoga Dewa membalas kebaikanmu.”
Shinta : “terima kasih kek … ! sebentar yo kek … !”
Shinta masuk ke tenda mengambil makan dan minum. Kakek yang tua renta itu pun berubah wujud menjadi Rahwana . shinta keluar dan dia langsung kaget melihat kakek tua itu menjadi Rahwana, saking kagetnya, barang yang ada di tangannya langsung dijatuhkan.
Rahwana : “Ha…ha…..ha…..ha…… !”
Shinta : “Hah, Rahwana ! Jadi kamu ………”
Rahwana : “iyo … ! aku adalah kakek tadi, lalu kijang dan suara minta tolong tadi semuanya adalah Rekayasaku. Ha … ha… ha… !” ( bangganya )
Shinta : “Kamu licik Rahwana. Sekarang kamu mau opo ?”
Rahwana : “Aku mau kamu ikut karo aku !”
Shinta : “ndak… ! aku ndak mau …!”
Rahwana : “Tidak mau? Ya sudah , Hap…. !”
Rahwana menyihir dewi Shinta sehingga dia pun pingsan. Shinta pun di bopong dan dibawanya pergi.
Rahwana : “Ayo Brata … !kita tinggalkan tempat ini.”
Beberapa lama kemudian, Rahwana membawa Shinta pergi. Akhirnya Rama pun datang.
Rama : “Istriku …. ! Dinda ….. ! Kanda datang. Tapi maaf dinda,aku tidak dapat menangkap kijang emas yang dinda inginkan, dinda tidak marahkan ?”
Melihat shinta tidak juga keluar dari tenda, akhirnya rama pun mencari Shinta ke dalam tenda.
Rama : “istriku …..! istriku …..! Dinda …. ! kamu dimana ?” (mencari di semua sudut)
Rama : “Laksmana … ! Laksmana adikku. Kamu juga dimana?”

Setelah berputar-putar akhirnya dia menemukan pecahan tempat minum.
Rama : “Hem… ! ini pasti ulah Rahwana. Aku harus segera menyelamatkan Shinta, sebelum shinta di apa-apakan oleh rahwana.” “Tapi …. ! selama aku harus bertapa di hutan ini, aku tidak boleh keluar dari hutan Dandaka ini. Sekarang aku harus bagaimana ?”
(bingung dan mondar-mandir). “Nah aku tau …! Anoman, ya… anoman pasti bisa membantuku .”
Rama langsung menghubungi Anoman dengan HP. Thit thut thit thut …….. !
Rama : “Hallo … ! kakang Anoman ?”
Anoman : “Ya, Anoman disini . iki sopo yo ?”
Rama : “iki aku Rama !”
Anoman : “Oh… Rama to ! eneng opo pren.. ? kok tumben kamu telpon aku !”
Rama : “aduh kakang Anoman ! aku sangat butuh bantuanmu. Kamu maukan sekarang datang ke sini ? aku di hutan Dandaka, aku akan menjelaskannya disini !”
Anoman : “Okey pren ! aku ke sana sekarang. Kamu tenang saja !”
Rama : “Aku tunggu kang !”
Tidak lama kemudian anoman pun datang dengan tarian khasnya
Anoman : “Hai pren ! eneng opo ? kok wajahmu kelihatan bingung sekali ? terus kanapa kamu bisa berada dihutan ini sendiri ?”
Rama : “ceritanya sangat panjang, nanti saja aku ceritakan. Sekarang tolong rebut Shinta dari tangan Rahwana. Shinta diculiknya, dan aku diperintahkan prabu Janaka tidak boleh meninggalkan hutan ini. Jadi hanya kamu satu-satunya orang yang bisa membantuku. Kakang mau kan membantuku ?”
Anoman : “Tenanglah sahabatku ! aku pasti akan membantumu” (sambil menepuk pundak Rama)
Rama : “terima kasih kang…. !” (menjabat tangan anoman)
Anoman : “Yo wes, sekarang aku berangkat menyelamatkan Shinta, kamu berdoa saja semoga aku bisa merebut Shinta dari tangan Rahwana sialan itu !”
Rama : “Iyo kang, aku sangat berharap sekali kepadamu Anoman !”
Anoman : “Yo aku pergi dulu .”
Kemudian Anoman pergi menyelamatkan Shinta, dia pergi dengan tarian khasnya pula. Selama Anoman pergi, Rama terus saja berdo’a untuk istrinya Shinta agar cepat kembali ke pangkuannya.
Rama : “Oh sang Dewa !tolong selamatkan istriku Shinta, jangan sampai dia di nodai oleh Rahwana. Aku sangat mencintainya !”
Anoman pun pergi ke Alengka, istana Rahwana. Di sana terjadi pertempuran yang begitu dahsyat antara Anoman dan Rahwana. Tetapi untunglah Anoman berhasil mengalahkan raja amurka itu dan membawa Shinta kembali ke pelukan Rama.
Tidak lama kemudian akhirnya Anoman pun datang dengan tariannya yang khas.
Anoman : “Ha… ha…. Ha….”
Rama : “Kakang Anoman, kakang sudah kembali, tapi mana istriku Shinta ? opo kakang ndak bisa merebutnya dari tangan Rahwana ?”
Anoman : “Maafkan aku sahabatku ! Rahwana sangat kuat, aku tidak bisa mengalahkannya.”
Rama : “tidak mungkin, aku yakin kakang Anoman lebih kuat dari Rahwana”
Anoman : “maafkan aku sahabatku, tapi aku sudah punya penggantinya untukmu”
Rama : “ pengganti ? opo maksudmu pengganti ?tidak, aku tidak mau mengkhianati istriku Shinta , aku sangat mencintainya !”
Anoman : “Iya, aku mengerti ! tapi lihat saja dulu, Okey !” “Okey girl masuk !”
Shinta masuk dengan wajahnya ditutupi oleh kain, kemudian dia menari di depan Rama dan Anoman. Setelah tariannya selesai, kemudian shinta mendekati Rama.
Shinta : “Kakanda … ! apa benar kamu sudah tidak mau menerimaku lagi”
Rama : “Lho… itu kan suara ….”
Shinta pun membuka kain yang menutupi wajahnya
Rama : “Oh… dinda ! akhirnya kau kembali.”
“Terima kasih kakang Anoman, aku sangat berhutang budi padamu. Akupun tidak tau harus dengan apa aku membalas kebaikanmu ?”
Anoman : “Ah… tidak usah sungkan begitu pren … !aku juga senang kok bisa Bantu kamu.”
Rama : “Tapi sebentar kang, opo tadi kakang tidak melihat dik Laksmana di sana ?”
Anoman : “Tidak … ! aku sama sekali tidak melihat Laksmana”
Shinta : “Oh tidak kakanda , Laksmana tidak ikut di sekap oleh Rahwana, Laksmana tadi pergi mencari kanda, karena tadi kita mendengar kanda berteriak minta tolong.”
Rama : “berteriak ? aku yakin itu pasti ulah Rahwana. Yo wes, pasti nanti laksmana akan segera kembali.”
Anoman : “Apa masih butuh bantuanku ?”
Rama : “oh tidak kakang ! terima kasih banyak atas bantuannya”
Anoman : “iya sama – sama pren ! aku kembali dulu ya ?”
Rama : “iya kang, sekali lagi aku ucapkan terima kasih atas bantuannya.”
Shinta : “terima kasih kakang Anoman” (sambil melambaikan tangan)
Akhirnya Anoman pun pergi meninggalkan rama dan sinta dengan tariannya yang khas.
Tiba-tiba Rama diam saja, dengan memasang muka sedih.
Shinta : “kakanda ! kenapa kakanda diam saja? Apa kakanda tidak senang melihat dinda kembali ?”
Rama : “aku senang dinda kembali, tapi pasti kamu kembali dengan keadaan yang sudah ternodai oleh Rahwana”
Shinta : “ya ampun kanda ! kenapa kanda mempunyai pikiran seperti itu ? walau dalam keadaan apapun, dinda akan tetap dan selalu menjaga kesucian dinda untuk kanda .”
Rama : “aku percaya padamu istriku, tapi apa kamu tau kalau Rahwana tadi telah menyentuhmu ketika kamu tidak sadarkan diri ?”
Shinta : “tapi aku yakin kanda, Rahwana belum mengapa-apakan aku, aku yakin sekali kanda!”
Rama : “baik dinda, apa dinda mau membuktikannya ?”
Shinta : “iya kanda, dengan apa dinda harus membuktikannya ?”
Rama : “baik, ……!” “Houww……..”(rama membuat api) “Sekarang aku minta kamu berjalan di atas kobaran api ini, jika kamu terbakar berarti kamu telah ternoda. Tetapi jika kamu tidak terbakar, berarti kamu masih suci !”. “Apa dinda mau melakukannya ?”
Shinta : “Baik kanda, demi cintaku padamu, aku akan melakukannya !”
Setelah Shinta berjalan di atas kobaran api itu, ternyata shinta tidak terbakar. Akan tetapi wajah Shinta menjadi lebih cantik. Akhirnya rama tau kalau shinta masih suci dan menerima shinta kembali.
Rama : “ Dinda, ternyata dinda masih suci. Maafkan kanda istriku, kanda telah menuduh dinda yang bukan-bukan. Aku sayang sekali padamu dinda !”
Shinta : “ kanda percayakan kepada dinda ? aku juga sangat mencintai kanda !”
Ketika mereka sedang berpegangan tangan, tiba-tiba laksmana pun datang.
Laksmana : “Kakak … !”
Rama & Shinta: “Yach ….. !”
Laksmana : Lho piye iki aku kox ditinggal to.........owalah lah!!
Demikian tadi kisah pewayangan yang menggambarkan kisah Ramayana mudah-mudahan menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua

Minggu, 13 Mei 2012

sinopsis dan unsur extrinsiks novel Namaku Hiroko



Identitas Buku
Judul             : Namaku Hiroko
Penulis          : NH. Dini
Penerbit        : PT. Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku   : 247 Halaman
Tahun Terbit : Juni 2002
Harga            : RP 10.000

Sinopsis novel

Namaku Hiroko
Novel yang berjudul namaku Hiroko ini menceritakan tentang kehidupan seorang gadis yang berasal dari Jepang dan hidup dengan keluarga yang serba kekurangan. Ayahnya seorang petani, dan ibunya telah lama meninggal, dan ayahnya kawin kembali. Dari ibu tirinya lahirlah dua anak laki-laki. Walaupun Hiroko tinggal dengan ibu tirinya , tapi ia tidak pernah di pukul dan di siksa, ibu tirinya ini sangat baik, dia membesarkan Hiroko dengan kasih sayang dan kehalusan.
Dari sekolah rendah, Hiroko tidak mneruskan pelajarannya ketingkat yang lebih tinggi. Pada suatu siang,  ayah Hiroko pulang dari ladang bersama seorang tengkulak. Orang tersebut mengatakan bahwa  saudaranya yang tinggal dikota sedang mencari seorang gadis untuk dijadikan pembantu, ayah dan ibu hiroko telah menceritakannya.
Empat hari kemudian Hiroko pergi ke kota dengan membawa hasil panen. Waktu itu umur Hiroko hampir enam belas tahun. Sudah dua tahun dia tidak bersekolah. Keputusan yang diambil ayahnya  merupakan peraturan yang harus di turut tanpa dirundingkan kepada pihak yang bersangkutan. Pada waktu itu Hiroko menerimanya dengan kewajaran abadi penuh ketaatan. Ayahnya orang yang menentukan dalam kehidupannya. Dan Hiroko yang dibesarkan dengan lingkungan adat kepala tunduk  untuk mengiyakan semua perintah orang tua, tidak melihat alasan apapun untuk membantahnya.  Padahal waktu itu Hiroko merasa khawatir. Tetapi juga gembira. Keduanya disebabkan karena Hiroko akan tinggal dikota. Beberapa waktu sebelumtamat sekolah, Hiroko pernah mengadakan perlawatan besama guru-guru kesebuah museum dan kuil Fakuota, yang merupakan salah satu tempat pemujaan agama Budha tertua di Jepang. Perjalanan berlangsung selama beberapa hari, sambil berhenti di sana sini menikmati pemandangan alam yang tenar, melewati kota-kota penuh dengan bangunan megah dan mengagumkan. Dari sinilah Hiroko mempunyai keinginan untuk tinggal di kota.
Dikota,Hiroko bekerja sebagai pembantu rumah tangga sepasang suami istri yang usianya telah lanjut. Pekerjaannya hanya membersihkan rumah, sedangkan memasak nyonyanya memasak sendiri. Hiroko mulai kerasan di tempat tinggalnya yang baru. Suatu hari datang seorang tamu ditemani seorang pemuda bangsa asing. Keesokannya pemuda itu datang kembali seorang diri, membawa dua koper. Mulai hari itu aku mendapat tambahan pekerjaan. Kata nyonya,pemuda itu datang dari negeri jauh hendak mempelajari tata cara dan bahasa negeri kami.
Hiroko amat pemalu. Ia tidak pernah meninggalkan desanya lebih dari tiga hari, dan sekarang ia harus bekerja di kota pada majikan kaya, kemudian harus melayani pula seorang pemuda asing dari negeri jauh. Kadang-kadang Hiroko mencuri pandang dengan pemuda asing itu.                                  
Majikan Hiroko sering keluar malam bersama pemuda itu. Mereka selalu pulang larut malam, bahkan terkadang hamper pagi baru mereka pulang. Dan pabila mereka pulang, nyonya selalu menunggu tuan.
Hiroko memiliki seorang paman. Pamannya adalah seorang guru bahasa asing. Sebelum berangkat bekerja ke kota Hiroko mengunjungi paman dan  neneknya yang tinggal di rumah pamannya.
Beberapa waktu kemudian ayah Hiroko menelpon majikan tempat Hiroko bekerja. Majikannya memanggilnya dan menyerahkan telpon kepada Hiroko. Ayahnya mengatakan bahwa ia harus segera pulang dengan bis pertama yang dapat ia kejar. Hiroko harus ikut menyembahyangkan mayat neneknya dan menyertai upacara berkabung bersama keluarganya.
Nyonyanya telah diberitahu mengenai kabar tersebut. Dari kota Hiroko langsung menuju rumah pamannya. Yang  ia temui hanya ayah dan adiknya yang kecil. Adiknya yang lain sakit. Ibunya menungguinya. Begitu upacara selesai, mereka langsung pulang. Beberapa hari berlalu ayah Hiroko menerima surat dari majikan Hiroko yang mengatakan bahwa ia tidak memerlukan tenaga Hiroko lagi, karena dua kemenakannya kini tinggal bersamanya.
Ayah Hiroko tidak menyatakan perasaan hatinya. Sebagai jawabannya, dia hanya berkata kepada Hiroko bahwa Hiroko harus mengunjungi majikannya dengan membawa hadiah, sebagai tanda terima kasih karena telah memberinya pekerjaan.
Hiroko berangkat ke kota ditemani ayahnya. Setelah cuklup lama membicarakan ini-itu serta selesai mengemasi barang dan kasurnya, mereka pulang. Sebagaimana adatnya, nyonyanya berjanji akan mengabari bilamana ada pekerjaan untuknya.
Setelah sepuluh bulan Hiroko di desa, adiknya sakit, muka ibunya cukung kurus oleh kepincangan waktu. Tenaganya terbagi antara lading dan tepi tempat tiodur adiknya. Hiroko sendiri tidak pernah duduk tanpa mengerjakan kesibukan rumah tangga.
Pada suatu pagi Hiroko pergi ke rumah tetangga desa sebelah untuk menerima penukaran biji. Ketika hendak pulang ia mendengar seseorang memanggil namanya. Dia memandang ke sekelilingnya. Tak ada seorang pun, kemudian dia meneruskan langkah, dan dia kembali mendengar suara orang memanggilnya. Ternyata Tomiko bekas temannya sekolah yang memanggilnya. Tomiko menceritakan pekerjaannya di kota, dan dia menawarkan Hiroko untuk ikut bekerja dengannya di kota. Hiroko mau ikut bersama Tomiko temannya untuk bekerja di kota, tapi ia harus meminta persetujuan ayahnya.
Dengan perasaan lega, akhirnya Hiroko diizinkan oleh ayahnya untuk bekerja di kota bersama Tomiko. Tetapi ibunya sangat sukar untuk melepaskannya. Ibunya tidak henti-hentinya membujuknya agar tinggal di desa. Tetapi itu semua tidak ia hiraukan. Hiroko demam kegugupan karena akan segera meninggalkan desanya. Dia akan berlayar menyeberangi laut hidup ke daratan lain yang sama sekali asing baginya.
Pertama kali tiba di kota itu, Hiroko tinggal di rumah majikan Tomiko. Sambil menunggu pekerjaan, untuk sementara waktu ia tidur di kamar pembantu. Ia segera dapat bergaul dengan para pembantu sebagaimana mestinya. Tomiko bekerja di rumah konsul bangsa Perancis, sepasang suami istri muda yang mempumyai seorang anak laki-laki.
Tidak lama kemudian Hiroko mendapat pekerjaan. Hiroko menerima pekerjaan tersebut. Untuk kedua kalinya ia bekerja sebagai pembantu.majikannya kali ini suami istri muda, banyinya baru berumur beberapa bulan. Pada musim panas dan hujan yang tak mengenal waktu, adik nyonya datang berkunjung, Sanao namanya. Waktu itu ia datang seorang diri, dia datang ke Kobe untuk mengikuti ujian yang diadakan pabrik besi terbesar di daerah Kansai. Hanya beberapa minggu saja Sanao tinggal di rumah majikannya. Setelah Sanao pulang,dajikannya hamil dan perutnya sudah semakin membesar. Majikannya semakin tidak sabaran. Dan Hiroko ingin segera keluar dari pekerjaanya itu.dan akhirnya setelah mendapatkan pekerjaan baru di sebuah toko, ia benar-benar keluar dari rumah majikannya.
Akhirnya ia bekerja di toko dan di sebuah bar sebagai penari telanjang pada malam hari. Dan ia juga menjadi simpanan atau selingkuhan suami temannya,Natsuko. Dia mengatakan bahwa dia bahagia dengan kehidupannya dan dari hubungannya dengan Yoshida, suami temannya ia mempunyai dua orang anak, satu perempuan dan satu laki-laki.




UNSUR-UNSUR EKSTRINSIX YANG TERDAPAT DALAM NOVEL NAMAKU HIROKO
1.      Nilai Moral
Dalam novel  ini, tak ada nilai moral yang terkandung, Hiroko menentang nilai moral, ia selingkuh dengan suami temannya dan ia kencan dengan lelaki manapun yang ia suka, dan ia juga tidak pernah mengindahkan pemikiran dan perkataan oarng terhadapnya.
Bukti:
Keluar dari tempat parkir menuju jalan  besar, aku tidak bertanya ke mana kami pergi. Masa bodoh semua hukum, baik teman, sahabat ataupun moral yang dibenarkan oleh kebanyakan orang.
Kembali di belakang panggung, aku tidak cepat berkemas dan berpakaian. Keluarkah aku ke ruang penonton menemui Yoshida? Ataukah diam-diam pulang tanpa menyalaminya? Manakah yang patut kukerjakan? Jika menuruti suara hati, aku ingin pergi ke meja kenalanku itu. Kemudian selanjutnya malamitu tidak dapat kubayangkan. Selintas aku teringat kepada Natsuko. Bukan kebiasaanku mengindahkan pikiran ataupun hati orang lain untuk mencapai kehendakku. Laki-laki itu kuinginkan. Apakah sebenarnya hubunganku dengan Natsuko? Dia temanku, seperti juga lain-lainnya. Aku mengenal keluarganya. Barangkali mereka memiliki keeratan tanggapan yang melebihi tanggapanku terhadapnya. Aku tidak mudah terikat kepada seseorang. Apalagi jika tidak ada rasakewajiban, seperti Nakajima-san. Aku tidak berhutang sesuatu kepada Natsuko. Mengapa aku harus memecahkan dengan pertimbangan moral: baik atau tidaknya aku turun menemui Yoshida? Kalau ada kelanjutannya? Karena kebaikan laki-laki tersebut meminjami mobil, dan kunjungannya ke bar Manhattan? Itu semua tak ada maksudnya. Adakah laki-laki yang tidak mempunyai kehendak memiliki jika berhadapan dengan seorang wanita sehat dan cukup menarik?

2. Nilai Sosial
Nilai sosial yang terdapat dalam novel ini cukup tinggi, terbukti ketika teman Hiroko mengajaknya pergi ke kota untuk bekerja dan selama ia belum mendapatkan pekerjaan, temannya tersebut menyuruh Hiroko tinggal di rumah majikannya dan bekerja sebagai pembantu di rumah majikannya.

Bukti:
“Aku kembali ke sana minggu depan. Kalau kau mau, mari ikut sekalian”.
Aku termangu mendengar ajakannya.
Aku tinggal dirumah majikan Tomiko sebagaimana telah direncanakan. Sambil menunggu pekerjaan, untuk sementara aku diizinkan tidur di kamar pembantu. Tidak ada soal, aku segera dapat bergaul sebagaimana mestinya.
3.      Nilai Politik
Tujuan Hiroko dekat dengan Suprapto selain ia mencintai Suprapto, ia juga ingin agar Suprapto menyuruhnya berhenti dari pekerjaannya dan mengganti jumlah kerugiannya.
Bukti:
Ya, kadang-kadang aku ingin berterusterang kepada Suprapto. Yang kuharapkan sebenarnya ialah menghentikan kerjaku di malam hari, atau setidak-tidaknya menguranginya. Karena pada hari-hari tertentu aku merasa lelah. Dan jika itu terjadi, kuharapkan dari Suprapto sedikit pengertian, agar dia mengganti penghasilan malamku tersebut dengan uang saku. Karena amat penting bagiku. Buat apa aku rugi keuangan hanya karena harus mempelajari bahasa negeri yang belum tentu menjadi tempat tinggalku. Bahasa Inggris lain halnya, karena dapat dipergunakan di seluruh dunia, dapat kupergunakan dengan orang asing lainnya. Masuknya sejumlah uang menambah tabungan menjadi jaminan kehidupan nyaman. Dan itu tidak akan kutinggalkan begitu saja. Apalagi kerjaku tidak sukar. Tetapi kepada Suprapto, aku enggan berterusterang. Padahal ia mengetahui pandanganku yang amat dipengaruhi oleh sifat kebendaan. Ingin sekali aku mengetahui jawabnya, andaikan aku berani mengutarakan permintaan tersebut. Tetapi seperti seorang pengecut, aku selalu menunggu agar dia berpikir dan mengatakannya lebih dahulu.
4.      Nilai Ekonomi
Pada novel ini diceritakan bahwa Hiroko adalah orang desa yang hidup sederhana bahkan dapat tergolong miskin. Ayahnya hanya seorang petani yang bekerja pada sepetak tanah dari koperasi desa.

Bukti:
Aku anak sulung Yamasaki Ueno, seorang petani biasa yang bekerja keras melawan musim didaerah kami, pulau besar yang terletak paling selatan negeri kami. Dari koperasi desa, bersama beberapa tetangga, ayahku menerima sepetak tanah yang dapat dikerjakan guna penanaman hasil bumi utama. Tergantung pada musim, kadang-kadang sayur-mayur, kadang-kadang dua tiga jamur. Desa kami tidak jauh dari kota, tertembus jalan raya yang menghubungkan Nobeoka dengan Miyasaki. Desa kami memiliki listrik dan tilpon umum, tersebar disetiap warung atau toko kecil di pinggir jalan.
5.              Nilai Agama
          Dalam novel ini Hiroko dan teman-temannya masih merayakan hari kebesaran agama mereka walaupun mereka hidup di kota.
Bukti:
Untuk pertama kalinya aku akan pergi ke kuil tanpa didampingi ayah dan ibuku. Sebelumnya, meskipun telah bekerja, aku selalu pulang ke desa merayakan akhir dan permulaan tahun bersama keluarga. Kali itu selain jarak yang memisahkan, lebih jauh daripada waktu-waktu lampau, juga aku sama sekali tidak ingin kembali ke dasa. Surat yang kukirim beberapa hari sebelumnya kusertai sejumlah uang. Itu lebih berguna bagi adik-adikku daripada kupergunakan sebagai perjalananku pulang. Kuterangkan kepada ibu, bahwa majikanku tidak mengijinkan libur panjang karena aku belum lama bekerja disitu.










Kamis, 19 April 2012

Dari seseorG


Merindukanmu
Senja telah berganti malam,
Matahari pun berganti bulan,
Membuat resah hati yang kesepian,

Namun,,,,
Di malam yang indah dan
Bintang bertabur-taburan di angkasa,
Kukabari kau melalui tinta,
Kurangkai dengan kata suka,
Dan kutulis dengan kata cinta

Mungkin bagimu ini hal yang biasa
Dan ku tau itu semua
 Karna ku bukanlah seorang pujangga
Yang pandai menulis puisi-puisi cinta
Tapi bagiku kau begitu berharga
Yang mampu membuatku selalu tersenyum dan tertawa
Dan kuharap kau baik-baik saja