Identitas Buku
Judul :
Namaku Hiroko
Penulis :
NH. Dini
Penerbit :
PT. Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku : 247
Halaman
Tahun Terbit : Juni
2002
Harga :
RP 10.000
Sinopsis novel
Namaku Hiroko
Novel yang berjudul namaku Hiroko
ini menceritakan tentang kehidupan seorang gadis yang berasal dari Jepang dan
hidup dengan keluarga yang serba kekurangan. Ayahnya seorang petani, dan ibunya
telah lama meninggal, dan ayahnya kawin kembali. Dari ibu tirinya lahirlah dua
anak laki-laki. Walaupun Hiroko tinggal dengan ibu tirinya , tapi ia tidak pernah
di pukul dan di siksa, ibu
tirinya ini sangat baik, dia membesarkan Hiroko dengan kasih sayang dan
kehalusan.
Dari sekolah rendah, Hiroko tidak
mneruskan pelajarannya ketingkat yang lebih tinggi. Pada suatu siang, ayah Hiroko pulang dari ladang bersama seorang
tengkulak. Orang tersebut mengatakan bahwa
saudaranya yang tinggal dikota sedang mencari seorang gadis untuk
dijadikan pembantu, ayah dan ibu hiroko telah menceritakannya.
Empat hari kemudian Hiroko pergi ke
kota dengan membawa hasil panen. Waktu itu umur Hiroko hampir enam belas tahun.
Sudah dua tahun dia tidak bersekolah. Keputusan yang diambil ayahnya merupakan peraturan yang harus di turut tanpa
dirundingkan kepada pihak yang bersangkutan. Pada waktu itu Hiroko menerimanya
dengan kewajaran abadi penuh ketaatan. Ayahnya orang yang menentukan dalam
kehidupannya. Dan Hiroko yang dibesarkan dengan lingkungan adat kepala
tunduk untuk mengiyakan semua perintah
orang tua, tidak melihat alasan apapun untuk membantahnya. Padahal waktu itu Hiroko merasa khawatir.
Tetapi juga gembira. Keduanya disebabkan karena Hiroko akan tinggal dikota.
Beberapa waktu sebelumtamat sekolah, Hiroko pernah mengadakan perlawatan besama
guru-guru kesebuah museum dan kuil Fakuota, yang merupakan salah satu tempat pemujaan agama Budha tertua di
Jepang. Perjalanan berlangsung selama beberapa hari, sambil berhenti di sana
sini menikmati pemandangan alam yang tenar, melewati kota-kota penuh dengan
bangunan megah dan mengagumkan. Dari sinilah Hiroko mempunyai keinginan untuk
tinggal di kota.
Dikota,Hiroko bekerja sebagai
pembantu rumah tangga sepasang suami istri yang usianya telah lanjut.
Pekerjaannya hanya membersihkan rumah, sedangkan memasak nyonyanya memasak
sendiri. Hiroko mulai kerasan di tempat tinggalnya yang baru. Suatu hari datang
seorang tamu ditemani seorang pemuda bangsa asing. Keesokannya pemuda itu
datang kembali seorang diri, membawa dua koper. Mulai hari itu aku mendapat
tambahan pekerjaan. Kata nyonya,pemuda itu datang dari negeri jauh hendak
mempelajari tata cara dan bahasa negeri kami.
Hiroko amat pemalu. Ia tidak pernah
meninggalkan desanya lebih dari tiga hari, dan sekarang ia harus bekerja di
kota pada majikan kaya, kemudian harus melayani pula seorang pemuda asing dari
negeri jauh. Kadang-kadang Hiroko mencuri pandang dengan pemuda asing itu.
Majikan Hiroko sering keluar malam
bersama pemuda itu. Mereka selalu pulang larut malam, bahkan terkadang hamper
pagi baru mereka pulang. Dan pabila mereka pulang, nyonya selalu menunggu tuan.
Hiroko memiliki seorang paman.
Pamannya adalah seorang guru bahasa asing. Sebelum berangkat bekerja ke kota
Hiroko mengunjungi paman dan neneknya yang tinggal di rumah pamannya.
Beberapa waktu kemudian ayah Hiroko
menelpon majikan tempat Hiroko bekerja. Majikannya memanggilnya dan menyerahkan
telpon kepada Hiroko. Ayahnya mengatakan bahwa ia harus segera pulang dengan
bis pertama yang dapat ia kejar. Hiroko harus ikut menyembahyangkan mayat
neneknya dan menyertai upacara berkabung bersama keluarganya.
Nyonyanya telah diberitahu mengenai
kabar tersebut. Dari kota Hiroko langsung menuju rumah pamannya. Yang ia temui hanya ayah dan adiknya yang kecil.
Adiknya yang lain sakit. Ibunya menungguinya. Begitu upacara selesai, mereka langsung
pulang. Beberapa hari berlalu ayah Hiroko menerima surat dari majikan Hiroko
yang mengatakan bahwa ia tidak memerlukan tenaga Hiroko lagi, karena dua
kemenakannya kini tinggal bersamanya.
Ayah Hiroko tidak menyatakan
perasaan hatinya. Sebagai jawabannya, dia hanya berkata kepada Hiroko bahwa
Hiroko harus mengunjungi majikannya dengan membawa hadiah, sebagai tanda terima
kasih karena telah memberinya pekerjaan.
Hiroko berangkat ke kota ditemani
ayahnya. Setelah cuklup lama membicarakan ini-itu serta selesai mengemasi
barang dan kasurnya, mereka pulang. Sebagaimana adatnya, nyonyanya berjanji
akan mengabari bilamana ada pekerjaan untuknya.
Setelah sepuluh bulan Hiroko di
desa, adiknya sakit, muka ibunya cukung kurus oleh kepincangan waktu. Tenaganya
terbagi antara lading dan tepi tempat tiodur adiknya. Hiroko sendiri tidak
pernah duduk tanpa mengerjakan kesibukan rumah tangga.
Pada suatu pagi Hiroko pergi ke
rumah tetangga desa sebelah untuk menerima penukaran biji. Ketika hendak pulang
ia mendengar seseorang memanggil namanya. Dia memandang ke sekelilingnya. Tak
ada seorang pun, kemudian dia meneruskan langkah, dan dia kembali mendengar
suara orang memanggilnya. Ternyata Tomiko bekas temannya sekolah yang
memanggilnya. Tomiko menceritakan pekerjaannya di kota, dan dia menawarkan
Hiroko untuk ikut bekerja dengannya di kota. Hiroko mau ikut bersama Tomiko
temannya untuk bekerja di kota, tapi ia harus meminta persetujuan ayahnya.
Dengan perasaan lega, akhirnya
Hiroko diizinkan oleh ayahnya untuk bekerja di kota bersama Tomiko. Tetapi
ibunya sangat sukar untuk melepaskannya. Ibunya tidak henti-hentinya
membujuknya agar tinggal di desa. Tetapi itu semua tidak ia hiraukan. Hiroko
demam kegugupan karena akan segera meninggalkan desanya. Dia akan berlayar menyeberangi
laut hidup ke daratan lain yang sama sekali asing baginya.
Pertama kali tiba di kota itu,
Hiroko tinggal di rumah majikan Tomiko. Sambil menunggu pekerjaan, untuk
sementara waktu ia tidur di kamar pembantu. Ia segera dapat bergaul dengan para
pembantu sebagaimana mestinya. Tomiko bekerja di rumah konsul bangsa Perancis,
sepasang suami istri muda yang mempumyai seorang anak laki-laki.
Tidak lama kemudian Hiroko mendapat
pekerjaan. Hiroko menerima pekerjaan tersebut. Untuk kedua kalinya ia bekerja
sebagai pembantu.majikannya kali ini suami istri muda, banyinya baru berumur
beberapa bulan. Pada musim panas dan hujan yang tak mengenal waktu, adik nyonya
datang berkunjung, Sanao
namanya. Waktu itu ia datang
seorang diri, dia datang
ke Kobe untuk mengikuti ujian yang diadakan pabrik besi terbesar di daerah
Kansai. Hanya beberapa minggu saja Sanao
tinggal di rumah majikannya. Setelah Sanao pulang,dajikannya hamil dan perutnya
sudah semakin membesar. Majikannya semakin tidak sabaran. Dan Hiroko ingin
segera keluar dari pekerjaanya itu.dan akhirnya setelah mendapatkan pekerjaan
baru di sebuah toko, ia benar-benar keluar dari rumah majikannya.
Akhirnya ia bekerja di toko dan di
sebuah bar sebagai penari telanjang pada malam hari. Dan ia juga menjadi
simpanan atau selingkuhan suami temannya,Natsuko. Dia mengatakan bahwa dia
bahagia dengan kehidupannya dan dari hubungannya dengan Yoshida, suami temannya
ia mempunyai dua orang anak, satu perempuan dan satu laki-laki.
UNSUR-UNSUR EKSTRINSIX YANG TERDAPAT DALAM NOVEL NAMAKU
HIROKO
1.
Nilai Moral
Dalam novel ini,
tak ada nilai moral yang terkandung, Hiroko menentang nilai moral, ia selingkuh
dengan suami temannya dan ia kencan dengan lelaki manapun yang ia suka, dan ia
juga tidak pernah mengindahkan pemikiran dan perkataan oarng terhadapnya.
Bukti:
Keluar
dari tempat parkir menuju jalan besar,
aku tidak bertanya ke mana kami pergi. Masa bodoh semua hukum, baik teman,
sahabat ataupun moral yang dibenarkan oleh kebanyakan orang.
Kembali
di belakang panggung, aku tidak cepat berkemas dan berpakaian. Keluarkah aku ke
ruang penonton menemui Yoshida? Ataukah diam-diam pulang tanpa menyalaminya?
Manakah yang patut kukerjakan? Jika menuruti suara hati, aku ingin pergi ke
meja kenalanku itu. Kemudian selanjutnya malamitu tidak dapat kubayangkan.
Selintas aku teringat kepada Natsuko. Bukan kebiasaanku mengindahkan pikiran
ataupun hati orang lain untuk mencapai kehendakku. Laki-laki itu kuinginkan.
Apakah sebenarnya hubunganku dengan Natsuko? Dia temanku, seperti juga
lain-lainnya. Aku mengenal keluarganya. Barangkali mereka memiliki keeratan
tanggapan yang melebihi tanggapanku terhadapnya. Aku tidak mudah terikat kepada
seseorang. Apalagi jika tidak ada rasakewajiban, seperti Nakajima-san. Aku
tidak berhutang sesuatu kepada Natsuko. Mengapa aku harus memecahkan dengan pertimbangan
moral: baik atau tidaknya aku turun menemui Yoshida? Kalau ada kelanjutannya?
Karena kebaikan laki-laki tersebut meminjami mobil, dan kunjungannya ke bar
Manhattan? Itu semua tak ada maksudnya. Adakah laki-laki yang tidak mempunyai
kehendak memiliki jika berhadapan dengan seorang wanita sehat dan cukup menarik?
2. Nilai Sosial
Nilai sosial yang terdapat dalam novel ini cukup tinggi, terbukti ketika
teman Hiroko mengajaknya pergi ke kota untuk bekerja dan selama ia belum
mendapatkan pekerjaan, temannya tersebut menyuruh Hiroko tinggal di rumah
majikannya dan bekerja sebagai pembantu di rumah majikannya.
Bukti:
“Aku kembali ke sana minggu depan. Kalau kau mau, mari
ikut sekalian”.
Aku termangu mendengar ajakannya.
Aku tinggal dirumah majikan Tomiko sebagaimana telah
direncanakan. Sambil menunggu pekerjaan, untuk sementara aku diizinkan tidur di
kamar pembantu. Tidak ada soal, aku segera dapat bergaul sebagaimana mestinya.
3.
Nilai Politik
Tujuan Hiroko dekat
dengan Suprapto selain ia mencintai Suprapto, ia juga ingin agar Suprapto
menyuruhnya berhenti dari pekerjaannya dan mengganti jumlah kerugiannya.
Bukti:
Ya, kadang-kadang aku ingin berterusterang kepada
Suprapto. Yang kuharapkan sebenarnya ialah menghentikan kerjaku di malam hari,
atau setidak-tidaknya menguranginya. Karena pada hari-hari tertentu aku merasa
lelah. Dan jika itu terjadi, kuharapkan dari Suprapto sedikit pengertian, agar
dia mengganti penghasilan malamku tersebut dengan uang saku. Karena amat
penting bagiku. Buat apa aku rugi keuangan hanya karena harus mempelajari
bahasa negeri yang belum tentu menjadi tempat tinggalku. Bahasa Inggris lain
halnya, karena dapat dipergunakan di seluruh dunia, dapat kupergunakan dengan
orang asing lainnya. Masuknya sejumlah uang menambah tabungan menjadi jaminan
kehidupan nyaman. Dan itu tidak akan kutinggalkan begitu saja. Apalagi kerjaku
tidak sukar. Tetapi kepada Suprapto, aku enggan berterusterang. Padahal ia
mengetahui pandanganku yang amat dipengaruhi oleh sifat kebendaan. Ingin sekali
aku mengetahui jawabnya, andaikan aku berani mengutarakan permintaan tersebut.
Tetapi seperti seorang pengecut, aku selalu menunggu agar dia berpikir dan
mengatakannya lebih dahulu.
4.
Nilai Ekonomi
Pada novel ini
diceritakan bahwa Hiroko adalah orang desa yang hidup sederhana bahkan dapat
tergolong miskin. Ayahnya hanya seorang petani yang bekerja pada sepetak tanah
dari koperasi desa.
Bukti:
Aku anak sulung Yamasaki Ueno, seorang petani biasa yang bekerja
keras melawan musim didaerah kami, pulau besar yang terletak paling selatan
negeri kami. Dari koperasi desa, bersama beberapa tetangga, ayahku menerima
sepetak tanah yang dapat dikerjakan guna penanaman hasil bumi utama. Tergantung
pada musim, kadang-kadang sayur-mayur, kadang-kadang dua tiga jamur. Desa kami
tidak jauh dari kota, tertembus jalan raya yang menghubungkan Nobeoka dengan
Miyasaki. Desa kami memiliki listrik dan tilpon umum, tersebar disetiap warung
atau toko kecil di pinggir jalan.
5.
Nilai Agama
Dalam novel ini Hiroko dan
teman-temannya masih merayakan hari kebesaran agama mereka walaupun mereka
hidup di kota.
Bukti:
Untuk pertama
kalinya aku akan pergi ke kuil tanpa didampingi ayah dan ibuku. Sebelumnya,
meskipun telah bekerja, aku selalu pulang ke desa merayakan akhir dan permulaan
tahun bersama keluarga. Kali itu selain jarak yang memisahkan, lebih jauh
daripada waktu-waktu lampau, juga aku sama sekali tidak ingin kembali ke dasa.
Surat yang kukirim beberapa hari sebelumnya kusertai sejumlah uang. Itu lebih
berguna bagi adik-adikku daripada kupergunakan sebagai perjalananku pulang.
Kuterangkan kepada ibu, bahwa majikanku tidak mengijinkan libur panjang karena
aku belum lama bekerja disitu.